Selasa, 17 Juli 2012

Pulau Pari, ketenangan dan kedamaian yang cantik

Pulau Pari, ketenangan dan kedamaian yang cantik


“Pengen ke pantai deh, lihat laut, tapi ngga mau ke Bali”. Bukannya saya sentimen dengan pulau dewata, saya suka bali, tapi pada saat itu keadaan finansial saya sedang sangat tidak mendukung untuk membeli tiket pesawat, booking hotel, sewa travel, dan menemani yang perempuan untuk tawar-menawar di pasar sukawati. Tiba-tiba terbesit pikiran untuk “mencicipi” pantai yang jaraknya cukup dekat, Kepulauan Seribu.

Mulai buka internet, dan cari info tentang kepualauan seribu. Apa sih yang bisa saya explore di kepulauan yang punya banyak pulau kecil alias gugusan-gugusan pulau ini. Dari survey ke tour-tour yang tersebar di jejaring sosial, sampai menghubungi teman-teman yang sering travelling ke pantai saya lakukan. Sampai akhirnya salah satu teman lama saya memberitahu tentang sebuah pulau kecil, yang masih tergabung dalam kepulauan seribu, bersih, sepi, dan cukup indah, Pulau Pari.

Setelah menyelesaikan pekerjaan di hari jum’at, saya memutuskan untuk menginap di kantor saya (di radio GenFM, stay tune ya, frekuensinya 98,7 FM, saya siaran tiap hari jam 10-13, dan saya....eh eh, fokus..fokus..). Karena sabtu pagi jam setengah enam, saya harus sudah sampai di McDonald Sarinah Thamrin, untuk berangkat bersama dua teman saya menuju muara angke. Sabtupun tiba, pukul 3:30, saya terbangun di sofa studio GenFM yang nyaman dengan musik-musik terbaik dalam negeri (promo terus). Saya tidak pernah bisa bangun siang selama hidup saya, entah ini baik atau buruk, tapi ya begitulah. Mau saya lembur (misalnya) sampai jam dua pagi, saya akan terbangun di jam setengah empat secara otomatis. Berjalan zombie menuju kamar mandi kantor, bebersih, kenakan kemeja, celana bahan, jas, dan dasi, saya siap melamar kerja (WOI!! FOKUS!!). 

Kaos logo bintang vietnam, celana jeans (ini agak salah sih, tapi ya sudahlah), dan sendal jepit, saya berbegas keluar gedung menara imperium. Saat itu pukul 04:50, satpam penjaga pun masih tidur. Celingak kiri, celinguk kanan. Tidak ada ojeg maupun taksi yang melewati area menara imperium. Waduh gimana nih. “jalan dulu deh ke jalan raya kuningan, siapa tahu ada taksi lewat”, pikir saya. Tik tok tik tok...detik berjalan ke pukul 05:20 belum terlihat satupun taksi dan ojeg yang lewat. ”GIMANA NIH?!”, mulai panik, saya balik lagi ke menara imperium. Di kejauhan terlihat mobil sedan berwarna biru, dengan logo burung yang sedang terbang. ”AH!!”, teriak saya senang, langsung lari dengan mata berbinar menuju taksi itu. Pintu dan jendela tertutup, dan supirnya sedang tidur nyenyak. Saya ketuk jendelanya, dari lemah lembut sampai menggunakan kepalan tangan yang akhirnya membangunkan si supir, yang membuka jendela dan dengan malasnya bilang: ”Saya ngantuk mas, jangan saya yaa...”, sambil kembali menutup jendela. #kemudianhening. #heningcukuplama #membekusekitar15detik.

Tapi syukurnya, sebuah mobil sedan berwarna putih melewati saya dan memecahkan keheningan saya yang sudah bercampur dengan kekesalan sesaat. ”Mas, yuk sama saya, mau kemana?”, tanya si supir. ”Sarinah maaasss!!” saya teriak dengan sengaja biar si driver pemalas mendengar. 10000 rupiah saya bayar saat taksi sampai di sarinah. Kedua teman saya, Marshell (akun twitter @marsheldotcom) dan Olivia Imelda (akun twitter @oliviaimelda) sedang santai menunggu sambil menikmati menu sarapan ala junk food resto. Ngobrol ngobrol santai sebentar, dan berangkat menuju muara angke.

Dibutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk menuju pelabuhan muara angke dari kawasan thamrin di pagi hari. Keadaan jalan masih bagus dan ”layak lewat” sebelum memasuki daerah pelabuhan. Kerikil dimana-mana, jalanan yang penuh lubang (beberapa ada yang membentuk kubangan), dan pasar ikan yang terlihat di depan mata tidak membuat pelabuhan ini sepi akan orang-orang jakarta yang haus akan hiburan yang sifatnya non-mall activity. berhenti di sebuah SPBU, terlihat disana banyak sekali kumpulan orang-orang yang juga akan menjelajah kepulauan seribu. ada yang menuju gugusan yang sama seperti saya, dan ada yang punya destinasi pulau yang berbeda. 


Banyak group untuk tour pulau seribu
di muara angke

Eh ada tuk-tuk indonesia hehe...

Tour pulau seribu banyaknya sudah tidak bisa dihitung oleh jari, saking banyaknya, beda tour agent, harga yang berbeda bisa kita lihat. Perbedaan tersebut juga diikuti oleh sarana dan fasilitas berbeda yang kita dapatkan begitu sampai di pulau tujuan. Tour pulau pari yang saya ambil seharga Rp.300.000. kalau istilah maskapai penerbangan All-In-Fare. Paket termasuk homestay, paket snorkeling, island hopping, makan tiga kali, dan perahu pulang pergi muara angke-pulau pari-muara angke. pukul setengah tujuh pagi, saya bersama rombongan yang lain, berjalan menelusuri pasar ikan muara angke, mengikuti Renly, ketua tour pari menuju perahu. Bau amis yang tercium membuat saya semakin semangat untuk menjelajah pulau pari. Boat yang saya naiki adalah perahu yang digunakan penduduk sekitar untuk bekerja sebagai nelayan di kepulauan seribu, dengan dua tingkat, dan yang membuat saya makin senang adalah membaurnya kita dengan penduduk pulau. Karena ingin menikmati desiran ombak, panasnya matahari pagi, dan perahu yang bergerak santai, saya naik ke bagian atas perahu. dibutuhkan waktu kurang lebih tiga setengah jam menuju pulau pari.


Menuju perahu

Keadaan dalam perahu menuju pulau pari

Dalam perjalanan, kami harus melewati polisi laut
yang memeriksa apakah perahu kami layak layar

Tiga setengah jam, dan sampai lah saya di dermaga pulau pari. Pulaunya benar seperti yang terdengar sebelumnya. Bersih dan cukup sepi. pengurus tour, harus memastikan pesanan rumah untuk homestay terlebih dahulu jadi saya dan beberapa orang lain diminta untuk menunggu. Setelah selesai, kami semua diantar ke homestay masing-masing untuk mandi-mandi, dan beristirahat sebentar setelah perjalanan yang cukup lama. Perjalanan menuju homestay juga menarik lho, saya seperti pulang kampung saat lebaran, hehe. Rumah penduduk yang kental akan kesederhanaannya dan dikelilingi oleh pohon-pohon rindang membuat saya berpikir, "Yang kayak gini nih, ngga ada di jakarta". Homestay Ibu Dwi, itu nama rumah tempat saya dan beberapa orang lainnya menginap. Pilih kamar secara acak, taruh tas, mandi, dan kemudian bersiap menuju pantai perawan, sebuah pantai yang terkenal di pulau pari ini akan kebersihan dan keindahannya.


Sampai...Pulau Pari

Perahu-perahu warga pulau pari

Welcoome! :)

Menuju homestay dengan suasana perkampungan yang tenang

beberapa homestay menyewakan sepeda
untuk mengelilingi pulau

Homestay ibu dwi, Non-AC, tapi tetep adem kok

Sebelum pergi menuju pantai perawan, saya bersantap ria dulu bersama penghuni homestay yang lain dengan menu makan siang ala kampung yang sangat saya suka. Orang indonesia mana coba yang tidak suka dengan menu nasi hangat, sup ayam, ayam goreng, sambel goreng, tahu dan tempe goreng, ikan asin, plus kerupuk? hehe. Perut kenyang, saya duduk sebentar seraya menunggu makan siang turun ke dalam sistem pencernaan dan 15 menit kemudian langsung menuju pantai perawan dengan menggunakan sepeda onthel. Kalian harus coba mengendarai sepeda di perkampungan menuju pantai di sebuah pulau, rasanya itu menurut saya tidak tergantikan. berlebihan? yaa mungkin, tapi suasana seperti inilah yang akan memberikan pikiran segar kepada diri kita, dan mengingatkan kita untuk sadar bahwa "damai" itu berawal dari apa yang ada di dalam kepala kita. Sampai di pantai perawan yang berjarak kurang lebih satu kilometer dari homestay, mata didamaikan oleh sebuah pemandangan berupa pantai yang tenang, pasir putih yang bersih, dan pepohonan yang menyatu mesra dengan rerumputan-rerumputan kecil di tepinya. Sampah-sampah yang tidak ada sama sekali membuat pantai ini pantas disebut sebagai perawan. Mudah-mudahan tidak "jebol" sampai kapanpun, amien, hehe.


Makan siang sebelum sepedaan keliling pulau

Sampai di pantai perawan

Pantai perawan yang bersih dan cantik

bisa sewa sampan, tapi...uhuk, mahal! 

Paket tour pari menginap semalam yang saya ambil cukup padat di hari pertama, tapi jujur yang saya rasakan semua berjalan santai dan tidak terkesan diburu-buru. Kunjungan ke pantai perawan yang dibatasi waktupun terasa cukup lama, karena saya sempat berkeliling pantai dengan berjalan santai. Dari pantai perawan saya kembali menuju homestay untuk bersiap-siap melihat keindahan bawah laut, orang bule sih bilangnya snorkeling,hehe. Pukul dua siang, semua peserta tour harus sudah berkumpul di dermaga, karena akan dibagikan peralatan untuk snorkeling, seperti sepatu katak, kaca mata selam atau goggle, pelampung, dan lain-lain. Dengan bantuan boat yang disediakan oleh pihak pulau pari, saya dan peserta tour lain menuju spot-spot snorkeling yang bagus. Nama daerahnya ada laut APL (Arena Perlindungan Laut) dan Bintang Rama. untuk daerah APL, jujur menurut saya agak sedikit kurang indah, karena sangat sedikit ikan yang terlihat, bebatuan karangnya pun kurang berwarna. Tapi setelah pindah ke area laut bintang rama, baik karang dan ikan, banyak terlihat dan cukup cantik karena aneka warnanya yang cukup bisa memanjakan mata. selain snorkeling, ada aktivitas island hopping dimana kami diajak mengunjungi pulau-pulau kecil yang ada di sekitaran pulau pari. Ada pulau tikus dan pulau burung yang jadi tempat singgah, tapii...tidak terlalu berkesan buat saya karena menurut saya pantainya sudah sangat tercemar oleh sampah-sampah, masa ada bungkus chiki di pantai?

Sepedaan keliling pulau

                                         
                                                       Bersiap untuk snorkeling
                        
                                      
                                                      Snorkeling di area laut "Bintang Rama"


Pukul setengah lima sore, kami diharuskan kembali ke pulau pari karena cuaca yang tiba-tiba berubah jadi sedikit mendung. Menurut warga pulau, air laut di daerah pulau pari akan pasang dengan sangat cepat saat cuaca mendung (bukan saat hujan ya, tapi mendung), dan akan jadi medan yang sangat berbahaya untuk berlayar, apalagi untuk aktivitas snorkeling. balik ke pulau pari, kita semua sudah dibebaskan untuk melakukan apapun selama itu bukan memasang bom, mencemari laut, dan menebeng kelompok tour lain lagi (ya iyalaaah). Beberapa ada yang memutuskan untuk tidur di homestay, ada yang bersepeda keliling pulau, jalan kaki menikmati suasana pedesaan, merenungi nasib di pinggiran pantai, dan lain-lain. saya memutuskan untuk bersantai di pantai perawan. Jam setengah delapan malam, semua peserta tour pulau pari yang tersebar di seluruh pulau berkumpul kembali di taman kecil dekat dermaga, untuk makan malam plus barbeque-an bersama. menunya? nasi panas, ikan bakar, cumi bakar, tahu dan tempe goreng, sambel terasi, bihun goreng, dan tentunya kerupuk. Pesta dimulai! Perut penuh, akan langsung berpengaruh kepada mata dan saraf yang mengajak badan untuk beristirahat alias tidur, hehe. good night everybody. 


Bakar ikaaaan

Lauk malam penggoyang lidah

Minggu pagi di pulau pari, aaah entah kenapa, buat saya suasana pagi di tempat yang berbeda selalu memberi saya hati dan perasaan yang tenang seolah tidak pernah merasakan suasana pagi sebelumnya. Udara yang sejuk cenderung dingin menemani saya yang tengah berjalan dari homestay menuju dermaga pulau bersama dua teman saya, marshel dan olivia. Kami memang sudah berencana dari kemarin malam untuk melihat matahari terbit dari tepi pulau pari. Sepeda kami ayuh menuju dermaga, dari kejauhan beberapa orang nampak dan sudah terlebih dahulu sampai disana. Terlihat pula beberapa aktivitas dari warga setempat. mencuci perahu, membuka toko kelontong, bahkan ada beberapa orang yang sedang melakukan gerakan senam bersama-sama. Sebuah iPod memutar lagu-lagu favorit saya, menemani ketenangan dan kekaguman akan ciptaan tuhan yang seringkali, tidak sengaja kita lupakan keindahannya saat kita sibuk dengan rutinitas setiap hari.

Beberapa menit sebelum matahari terbit

Sunrise! Beautiful!

Udara pagi setelah matahari terbit, segar!

Agenda untuk jam-jam terakhir sebelum berlayar kembali menuju muara angke, jakarta, adalah aktivitas menanam tanaman bakau di pantai perawan. Sebelumnya seluruh peserta dikumpulkan di tepi pantai perawan untuk menikmati sarapan yang sudah disiapkan. Sarapan sambil memandang laut itu punya kesan yang beda lho. Selain terasa lebih nikmat, ada perasaan lega dan tenang yang muncul di tiap suapnya. Sambil menikmati sarapan, masing-masing peserta diberi secarik kertas yang harus ditulis dengan nama masing-masing, nantinya kertas itu akan dimasukkan kedalam plastik kecil yang nantinya akan diikatkan ke sebuah tanaman bakau kecil. Nah masing-masing peserta akan menanam tanaman dengan namanya tersebut, di daerah pantai perawan. Diharapkan tanaman bakau itu akan membantu membuat pantai perawan lebih terjaga, dan lebih indah.

Tanaman Bakau

Daerah penanaman tanaman bakau

Tanaman bakau dengan nama masing-masing peserta tour

Kembali ke homestay setelah selesai menanam tumbuhan bakau, saya bersiap-siap untuk kembali ke ibukota jakarta. Perjalanan tiga setengah jam akan kembali ditempuh. Saya menghela napas, sedikit sedih karena akan meninggalkan tempat yang begitu asri dan bersih, baik di mata maupun di hati, tapi lukisan dan gambaran alam berupa laut dan pantai, berhasil meninggalkan sebuah pemikiran positif kepada diri saya yang yakin bahwa hidup adalah sangat berharga dan patut kita syukuri. Terima kasih Tuhan atas kesempatannya melihat keindahan karyamu, terima kasih.

12 komentar:

  1. katanya pantai perawan.. mana perawannya?? :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha.... nggg.... kasi tau ngga yaa perawannya dimana? ;p thanks for xisiting yaa :D

      Hapus
  2. Wow di pulau Pari ada anggota rezim th 60an. *lospokus dgn bajunya Ojie*

    Wow itu celana loreng2 tnyata uda melanglang buana yaa.. *makin salahhh* x))

    Nais post, Jie. Jd tertarik ke pulau Pari..
    Keep blogging yaa.. (•ˆ⌣ˆ•)

    BalasHapus
    Balasan
    1. tunggu gambar-gambar dengan celana legendaris itu lagi chied, hahaha....

      Hapus
  3. Ntuh Celana udah gue liat di Hongkong,Macau,Baduy,Dieng dan terakhir di Ujung Genteng. Loh kok jadi bahas celana?

    BalasHapus
  4. Celana favorit guaaaa.... hahaha, eh thanks for reading lho pakdee

    BalasHapus
  5. Done reading! Meski panjang, tp lumayan flowing kok ceritanya hee.. baguus, Ojie! A bit advice: lain kali kalo bikin artikel, format paragraf jg diperhatiin. Such as huruf kapital habis tanda titik. Well, unless its your style yah, soalnya kalo ga gitu jadi bacanya kayak panjang gitu padahal ada titiknya, cuma karena ga dikapitalin kadang ga ngeh udah titik. Hehee ^^

    BalasHapus
  6. wooooh, thanks banget nooy masukannya... ;'D terharu dah, byk yg ngasi masukan hiks.... oke noted,noy!

    BalasHapus
  7. Untuk paragraf, sebaiknya dirapihin pake format justify (rata kiri kanan), terus paragraf yang kepanjangan (misal > 10 baris) bisa dibagi menjadi beberapa bagian biar lebih rapih.

    Kalau menuliskan ID twitter, misal @SiRozy, sebaiknya dikasih link ke akun twitter yang bersangkutan dan diwarnai hurufnya, begitu juga dengan hashtag atau link ke web.

    Backgroundnya jangan foto lu lah hahahaha, oiya di freeze aja backgroundnya jadi ga ikut gerak kalo kita scroll ke bawah.

    Cheers!

    BalasHapus
  8. kak rozy, blognya bagus banget kak ceritanya oh ya fotonya pake camera poket apa SLR?

    BalasHapus
  9. saya mau tanya serius. Itu gambar rawon sak ubo-rampe-nya itu diambil di lokasi mana ya? :p~

    BalasHapus
  10. Jiek.. kok blm ada post baru ? ayooo ditunggu :D

    BalasHapus